My Handsome Prince
Pangeran tampan, matanya tak
pernah menampakan kesedihan. Dalam kegalauan dunia ia ciptakan banyak bintang
di langit malam mempesona. Alangkah indahnya ketika sekelumit senyuman terselip
dalam wajahnya. Nampak pijar sinar menghiasi hari-hari tanpa satupun manusia
mengira ia dalam sejarah dunia yang malang.
Simpan dalam kedalaman cahaya
malam tentang senyumannya, tentang bintang yang merindukan suatu dekapan
gerimis dihiasi cahaya bulan. Ah... so
heroic my handsome prince, mengendarai kuda dengan gagahnya, menyelipkan
jari-jarinya dalam semerbak wangi setangkai mawar.
"Bawa aku... rayu aku
dengan cintamu... simpan segala dukamu dalam lipatan mahkotamu yang semakin
lusuh"
***
Hari yang sepi seakan menambah
keheningan, menghilangkan kepenatan jiwa. Mata bening layak kaca dan senyum
berharga layak permata hampir membuat hatiku luluh akan jiwanya. Darimana kau
berasal?! Membuat jiwaku melayang mengenakan pertanyaan asing dari dunia dan
percakapan orang-orang di sekeliling kita.
Ada nama dalam sebait senyuman,
entah itu... merajuk setiap nadi dan mengantarkan perjalanan panjang,
menunjukkan arah pada setiap lintasan dimana terdapat banyak senyuman, canda,
sinaran bintang dan waktu yang terus menyempit. Dulu sekecil itu, sekarang
kelimat kecil telah melempaui batas pikiran otakku.
Langitnya malam berhiaskan
dengan bintang-bintang hampir setiap hari menempati celah-celah kerinduan di
dada. Persemaian jiwa telah ditambatkan dalam nama-nama surga yang kekal.
Persekutuan antara dua makhluk akan bergaris putih dalam langit-langit malam
penuh bintang bertaburan. Ah... hiasan cinta akan dengan sendirinya mengartikan
nama-namanya dengan banyak pengertian. Namun ketika mengartikan dirinya dengan
sekelumit penyatuan, semua berteriak
"Aku bersatu karena
cinta... bukan karena angkara"
***
Hari telah membuktikan padaku
bahwa pangeran tampanku telah berlalu dengan segala senyumannya, menepikan
kilauan cahaya dengan keagungannya, bahkan sembunyi dalam bersedih dengan
kesenangannya.
"Aku ingin menikmati semua
itu dengan cara apapun, namun sekedar dahaga yang lewat pada dadaku!"
Tak sepantasnya
berkata seperti itu, jiwamu tak sepatutnya menyemburkan air pada dahaga yang
aku rasakan. Cinta suci penuh cahaya bahkan menyeruak hingga kesegala penjuru.
Terang.... seterang hatiku yang jatuh dalam jebakan-jebakan cinta yang
mempesona.
Begitupun
dengan warna dari pangeran tampanku dengan sekelumit hiasan hidup yang lebih
sempurna dari warna yang aku genggam. Aku percaya dengan semua itu, bahkan
lebih dari itupun aku harus mempercayainya. Paling tidak untuk sekedar
menentramkan jiwa.
Pengakuan adalah kunci
kesetiaan, namun ketika kesetiaan dihiasi angkara dan percik hitam menghiasi
maskara, noda yang terselubung dijiwa seorang manusia.
Pangeran tampanku yang gagah
berani, hiasan dari sekelumit pertanyaan tentang cinta. Kedamaian ada ketika
aku sembunyi dalam masam wajahmu, tak beriak... hati selalu mengiakan tentang
keteduhan dekapan tangan halus penuh pengakuan, akan hilang bagi jiwaku untuk mengungkapkan.
Tentang apa itu? Cinta..., kesetiaan....
Ah... bodohnya aku ketika
dihadapkan pada daun-daun kering yang jatuh tersibak angin, malu..., melayang
dan akhirnya jatuh. Ketika jatuh ada kehilangan... bahkan melupakan gelapnya
malam, tertinggal senja dalam dekapan siang.
"Ah... cintaku selalu
membuat orang banyak bertanya, banyak menyibak rahasia-rahasia diluar
logika"
***
Datang padaku atas nama bintang
di langit malam penuh sinaran dan cahaya putih dengan merah diatas biru diawal
kegelapan. Mencelupkan ujung-ujung jemari kerinduan dengan bahasa cinta, dengan
kata-kata yang tak pernah disempurnakan, dengan kekekalan janji-janji suci yang
murni. Persembahan seorang anak Adam terhadap sang bunga yang ditemukannya
dalam kedalaman jiwa suci. Seperti halnya terik matahari menyentil hatiku,
membujuk penyempurnaan jiwa untuk hal yang dianggap lebih gila
Jalan panjang akan kita lalui ,
kehidupan penuh dengan berbagai macam aroma dan warna. Penyatuan dua perbedaan
saling memperlihatkan jati diri, jenis yang berbeda, adat berbeda pula, bahkan
watak dan karakter yang menggurui manusia untuk selalu mengedepankan.
"Inilah aku!!!"
***
Aku berjalan sungguh dalam
kesulitan hidup. Dalam perjalanan panjang, mengais nasib dalam sebungkus
harapan, seteguk doa, sepercik duka dan dupa-dupa yang mengepul memancarkan
wewangian. Tak membuat jiwaku untuk menghilangkan jejak tentang manusia macam
aku. Terpojok tetap terpojok, menyusun helaan napas disudut paling jauh. jauh
dari tangan-tangan malaikat rohman dan semua pembelaan tentang dakwaan yang
disungguh-sungguhkan oleh Tuhan.
"Maaf, Tuhan... aku macam
manusia seperti ini"
***
Berselang hari-kehari,
minggu-keminggu, bahkan hampir bulan dan tahun. Hari ini... menghilangkan
pangeran tampanku. Pencaharian dari sekian panjang perjalanan, mengayuh sampan,
memanjangkan tali dari ikatan satu ke ikatan yang lainnya. Ingin rasanya
pangeran tampanku tumbuh dari sejak kini.
Terakhir dari pencaharian untuk
menemukan rangkaian bintang dengan segala kesempurnaannya. Pijakan kaki tanpa
alas, kelusuhan jiwa dan harmoni alam akan dengan ikhlas menyuguhkan warna lain
dari keindahan dunia. Namun... takut banyak hal dari sekian penjelajahan, hanya
ada hiasan kesepian yang didapat. Sungguh menyedihkan...
Setelah waktu berlalu tanpa
satupun peninggalan yang dijadikan guru sepanjang waktu. Hanya satu, aku telah
menemukan My Handsome Prince dalam kejauhan mata memandang,
"Lebih dari guru itu semua,
lebih dari segalanya"
Komentar
Posting Komentar