Langsung ke konten utama

Wattpad

Ilalang dan Bintang

Aku Lala, gadis sederhana, tapi selalu ceria, kulit hitam namun manis, rambut pendek namun gaya, tubuh kecil tapi biasa dibilang mungil, menurut temanku, aku imut tapi entah menurut orang lain… banyak yang bilang aku pintar dan kreatif namun tidak sedikit yang bilang kalau aku pelit. Walau tubuh ini nggak lebih dari seratus limapuluh  senti dan usiaku masih terbilang muda, tapi yang namanya remaja… jatuh cinta itu biasa.
Pria itu bernama Exel, dia siswa yang pandai, manis dan menawan. Tapi aku bingung, bagaimana cara untuk memilikinya. Karena aku, hanya gadis biasa yang tak bermodal apa-apa. Sedangkan dia, bagai pangeran di sekolah, tak sedikit gadis cantik yang menyukai dan mendekatinya. Aku kasmaran padanya, tentang dia dan dirinya.
Dalam gerimis kusebut namanya, menyebut dalam harap dan sekedar harapan. Dalam malam kucari paras wajahnya di angkasa, pada pantulan cahaya bintang yang gemerlap. Dalam dinginnya malam selalu mengimajinasi tentangnya. Dalam tirai angin, kuucap kata-kata yang pernah kuucap hanya untuk mendengar lagi suaranya.
Cinta bukan medan perang dimana banyak orang berjuang, tapi cinta harus diperjuangkan dengan niat suci dan landasan kokoh. Tak usah dipungkiri! Cinta, akankah kumiliki kau dengan keadaanku seperti ini? Aku tiada berarti di matanya.
Ketika aku berusaha untuk melihatnya dan aku melihatnya, Matanya bersinar penuh cahaya bintang. Tapi angkuh dirinya, tak jua melihatku. Tarlebih saat Gladis datang _gadis cantik, putih, tinggi, berambut panjang dan modis- bertolak belakang denganku. Bintang-bintang meredup dan hilang. Dan kini bintangku telah berlalu bersama Sang Mawar. Kemudian Sang Bunga Liar mulai layu,
“Akulah rumput liar, dan inilah aku!!! Sang Ilalang yang terabaikan!!!”
Aku terpojok, tersudut, tertiup angin kencang dan terombang-ambing tak tentu arah. Terabaikan. Aku benar-benar ilalang. Adakah harapan bagi Sang Ilalang. Adakah harapan untuk ilalang terbang tinggi melayang ke angkasa luar dan menyentuh Sang Bintang.
Tak terasa waktu berlalu kian cepat. Kucoba berani tuk menghampiri, selanjutnya aku tak perduli. Jarak sepuluh meter terasa begitu jauh. Pada langkah-langkah terakhir… dia pergi dan berlalu dari hadapanku. Aku sia-siakan kesempatan. Mungkin tak akan kembali.
Aku salah dan sungguh salah. Kesempatan datang bahkan lebih dari sebelumnya. Salah satu pembimbing kami meminta kami untuk bekerjasama membuat sebuah drama. Kian hari kami kian dekat, akrab, bahkan menjadi teman curhat. Dan pada suatu ketika dia memberikanku ikat rambut ilalang dan jepit rambut bintang.
Hal itu terjadi. Hal yang tak pernah kuharapkan. Sang Bintang mencintai Sang Mawar dan akan membasahi bibirnya dengan kata-kata cinta. Entah, apa yang harus kuperbuat, hatiku tersayat-sayat dan tubuhku seakan cacat.
“Bagaimanapun aku menata rambutku! Bagaimanapun berusahanya aku, rambutku tidak mungkin tiba-tiba panjang, tubuhku tak mungkin jadi tinggi, wajahku tidak mungkin jadi cantik. Bagaimanapun berusahanya aku… yang kulakukan, semua adalah sia-sia.”
Sejak itu kubersikap dingin padanya, setiap pertemuan hanya sekedar kerjasama. Tak lagi curhat, tak lagi cerita. Hingga hampir selesai juga tugas kami. Hanya langkah terakhir yang tersisa_ membuat iklan casting di madding sekolah. Tapi kuserahkan semua tugas padanya.
Saat itu aku datang terlau pagi, masih banyak waktu yang kosong…, kosong dan kosong…. Karena hari ini aku tidak menata rambutku, itu sangat memakan waktu. Lagi pula percuma. Uups, Exel datang dan mengejutkan. Hari ini dia memang harus memasang iklan di mading.
Datang lebih pagi membuatku dapatkan kabar gembira. Sang Bintang tidak bicara sesuatu yang berarti pada Sang Mawar, bahkan dia tidak mau lagi menyukainya, karena aku sedih katanya. Dia juga bertanya tentang rambutku yang tak ditata. Perhatian?!
“Aku baru sadar, bagaimanapun berusahanya aku menata rambutku. Itu semua tak sia-sia.”
Aku terdiam dan terlintas sebuah gagasan. Kuusir dia dari ruangan. Kubergegas mengenakan Sang Penyamangat bagiku_ karet rambut ilalang dan jepit rambut bintang pemberiannya. Kusegera keluar ruangan. Tapi belum sempat kumelangkah… dia ada dihadapan. Menatapku hingga menusuk kalbu dan berkata,
“Ilalang dan Bintang kini dapat bersatu.”
Ini akhir ceritaku. Jadi, Mawar tak selamanya  menang, ada saat untuk Ilalang berjuang dan mendapatkan. Tak selamanya ilalang berada dibawah, ada saatnya ilalang itu tertiup angin kencang, terbang melayang dan pergi ke angkasa luar untuk menghampiri sang bintang.
Tapi tak sesulit itu, karena Bintang akan dengan sendirinya turun menghampiri.

Komentar

Sedang Populer

Ketika...

Ketika aku harus pergi.... Langkahku kaku, tulangku beku. Terpaku dalam sebuah lagu, ragu. Pekat dan kelabu, semua mengoyak batinku. Ingin kuubah kosong menjadi isi, tapi wadah berlubang terlalu besar. Ingin aku terus bernyanyi, namun hati tak boleh ingkar. Ketika aku harus melangkah.... Semua terasa pilu sudah. Haruskah aku mengalah? Tapi aku tak ingin menyerah! Ini awal, sayang bukan akhir dari segalanya. Biar kita menderita, sejenak saja. Lalu bahagia untuk selamanya. Ketika kamu tak rela jua.... Menangislah, sayang! Menangislah dalam lambaian. Ucapkan selamat jalan, diguyur hujan. Semua memang terlalu cepat, dan terasa sangat berat. Pejamkan matamu, dan bermimpilah! Aku akan hadir tanpa satupun pengganggu. Ketika kamu mulai menerima.... Bukalah matamu, sambut harimu dan berbahagialah. Seperti sedia kala. Aku akan segera hadir disisimu, pasti! Semua akan terasa singkat, seperti se

Sweater Hijau Kakakku

Introducing Me   Aku Zie, gadis tujuh tahun yang telah merasakan menjadi seorang tahanan. Bukan Tahanan sungguhan, karena aku anak baik-baik yang melakukan hal-hal baik dan dituntut agar selalu mematuhi peraturan.   Ayahku adalah jenderal besar kemiliteran Angkatan Darat di negaraku yang menjunjung tinggi hukum tapi selalu dihujani dengan berita pelanggaran hukum setiap harinya. Ayah adalah orang baik. Tapi kenapa pria baik seperti Ayah memiliki banyak musuh?   Dulu Ibu pernah bilang, kalau aku harus dijaga setiap saat. Kemudian, hidupku semakin tak bebas saat itu. Aku selalu dikawal oleh dua orang bawahan Ayah. Ayah memanggil mereka dengan sebutan Sersan Adi dan Sersan Indra. Rasanya seperti tahanan, setiap saat dalam pengawasan.   Sedangkan kakak sulungku, Arya, tinggal di New York sejak usianya enam tahun dan sudah tujuh tahun Abang tinggal disana bersama Opa dan Oma. Abang pergi saat usiaku satu tahun dan aku hampir lupa wajah Abang. Hanya sesekali Abang pulang saat libu

INTERMEZO

Aku kalut, saat itu keadaan diluar kendaliku. Mungkin saat itu aku hanya merasa kasihan padamu atas semua ceritamu, tentang kekasihmu yang teramat sibuk. Dan kau yang selalu datang padaku, menemani hari-hariku, menjadi sebuah santapan rutin bagiku... yang setiap hari harus ku konsumsi. Karena jika tidak aku merasa sepi. Sangat sepi sekali. Dan kau membuatku berharap lebih, dengan membawa seribu warna cerah, menyenandungkan berjuta puisi indah dan lagu-lagu tentang cinta. Bagaimana aku bisa lari darimu? Dari berpilin-pilin rayuan manis bibirmu, dimanjakan olehmu dan cokelat-cokelat manis kirimanmu. Bagaimana bisa aku menolak semua itu, disaat aku benar-benar membuthkannya..., membutuhkanmu. Seorang gadis datang padaku, menangis dihadapanku. Dia memohon agar aku tidak mengganggumu dan berhenti mendekatimu. Apa selama ini kau merasa terganggu dengan kehadiranku? Dan bukankah kau yang selalu mendekatiku saat itu. Dan kau mulai berkelit lagi seribu janji, memohon aku untuk