Aku Lala, gadis sederhana, tapi
selalu ceria, kulit hitam namun manis, rambut pendek namun gaya, tubuh kecil
tapi biasa dibilang mungil, menurut temanku, aku imut tapi entah menurut orang
lain… banyak yang bilang aku pintar dan kreatif namun tidak sedikit yang bilang
kalau aku pelit. Walau tubuh ini nggak lebih dari seratus limapuluh senti
dan usiaku masih terbilang muda, tapi yang namanya remaja… jatuh cinta itu
biasa.
Pria itu bernama Exel, dia siswa
yang pandai, manis dan menawan. Tapi aku bingung, bagaimana cara untuk
memilikinya. Karena aku, hanya gadis biasa yang tak bermodal apa-apa. Sedangkan
dia, bagai pangeran di sekolah, tak sedikit gadis cantik yang menyukai dan
mendekatinya. Aku kasmaran padanya, tentang dia dan dirinya.
Dalam gerimis kusebut namanya,
menyebut dalam harap dan sekedar harapan. Dalam malam kucari paras wajahnya di
angkasa, pada pantulan cahaya bintang yang gemerlap. Dalam dinginnya malam
selalu mengimajinasi tentangnya. Dalam tirai angin, kuucap kata-kata yang
pernah kuucap hanya untuk mendengar lagi suaranya.
Cinta bukan medan perang dimana
banyak orang berjuang, tapi cinta harus diperjuangkan dengan niat suci dan
landasan kokoh. Tak usah dipungkiri! Cinta, akankah kumiliki kau dengan
keadaanku seperti ini? Aku tiada berarti di matanya.
Ketika aku berusaha untuk melihatnya
dan aku melihatnya, Matanya bersinar penuh cahaya bintang. Tapi angkuh dirinya,
tak jua melihatku. Tarlebih saat Gladis datang _gadis cantik, putih, tinggi,
berambut panjang dan modis- bertolak belakang denganku. Bintang-bintang meredup
dan hilang. Dan kini bintangku telah berlalu bersama Sang Mawar. Kemudian Sang
Bunga Liar mulai layu,
“Akulah rumput liar, dan inilah
aku!!! Sang Ilalang yang terabaikan!!!”
Aku terpojok, tersudut, tertiup
angin kencang dan terombang-ambing tak tentu arah. Terabaikan. Aku benar-benar
ilalang. Adakah harapan bagi Sang Ilalang. Adakah harapan untuk ilalang terbang
tinggi melayang ke angkasa luar dan menyentuh Sang Bintang.
Tak terasa waktu berlalu kian
cepat. Kucoba berani tuk menghampiri, selanjutnya aku tak perduli. Jarak
sepuluh meter terasa begitu jauh. Pada langkah-langkah terakhir… dia pergi dan
berlalu dari hadapanku. Aku sia-siakan kesempatan. Mungkin tak akan kembali.
Aku salah dan sungguh salah.
Kesempatan datang bahkan lebih dari sebelumnya. Salah satu pembimbing kami
meminta kami untuk bekerjasama membuat sebuah drama. Kian hari kami kian dekat,
akrab, bahkan menjadi teman curhat. Dan pada suatu ketika dia memberikanku ikat
rambut ilalang dan jepit rambut bintang.
Hal itu terjadi. Hal yang tak
pernah kuharapkan. Sang Bintang mencintai Sang Mawar dan akan membasahi
bibirnya dengan kata-kata cinta. Entah, apa yang harus kuperbuat, hatiku
tersayat-sayat dan tubuhku seakan cacat.
“Bagaimanapun aku menata rambutku!
Bagaimanapun berusahanya aku, rambutku tidak mungkin tiba-tiba panjang, tubuhku
tak mungkin jadi tinggi, wajahku tidak mungkin jadi cantik. Bagaimanapun
berusahanya aku… yang kulakukan, semua adalah sia-sia.”
Sejak itu kubersikap dingin
padanya, setiap pertemuan hanya sekedar kerjasama. Tak lagi curhat, tak lagi
cerita. Hingga hampir selesai juga tugas kami. Hanya langkah terakhir yang
tersisa_ membuat iklan casting di madding sekolah. Tapi kuserahkan semua tugas
padanya.
Saat itu aku datang terlau pagi,
masih banyak waktu yang kosong…, kosong dan kosong…. Karena hari ini aku tidak
menata rambutku, itu sangat memakan waktu. Lagi pula percuma. Uups, Exel datang
dan mengejutkan. Hari ini dia memang harus memasang iklan di mading.
Datang lebih pagi membuatku
dapatkan kabar gembira. Sang Bintang tidak bicara sesuatu yang berarti pada
Sang Mawar, bahkan dia tidak mau lagi menyukainya, karena aku sedih katanya.
Dia juga bertanya tentang rambutku yang tak ditata. Perhatian?!
“Aku baru sadar, bagaimanapun
berusahanya aku menata rambutku. Itu semua tak sia-sia.”
Aku terdiam dan terlintas sebuah
gagasan. Kuusir dia dari ruangan. Kubergegas mengenakan Sang Penyamangat
bagiku_ karet rambut ilalang dan jepit rambut bintang pemberiannya. Kusegera
keluar ruangan. Tapi belum sempat kumelangkah… dia ada dihadapan. Menatapku
hingga menusuk kalbu dan berkata,
“Ilalang dan Bintang kini dapat
bersatu.”
Ini akhir ceritaku. Jadi, Mawar
tak selamanya menang, ada saat untuk Ilalang berjuang dan mendapatkan.
Tak selamanya ilalang berada dibawah, ada saatnya ilalang itu tertiup angin
kencang, terbang melayang dan pergi ke angkasa luar untuk menghampiri sang
bintang.
Tapi tak sesulit itu, karena
Bintang akan dengan sendirinya turun menghampiri.
Komentar
Posting Komentar