Cinta terus menghiasi dunia, bahkan dunia selalu
bergantung padanya. Dengan secercah ikatan yang tak tercantum dalam logika.
Ikatan dengan banyak pengertian, penyatuan dari beberapa makna yang terdalam
yang tak terhempaskan oleh tangan-tangan liar yang hendak menjerumuskan kedalam
jurang-jurang kematian yang paling dalam.
Ketika cinta mengumandangkan
kebersamaan, aku tidak memilih kaum Adam. Karena cinta tak sepenuhnya harus memiliki
mahkota yang berbeda, Lebih dari itupun cinta bukan sekedaar penyatuan dari
beberapa perbedaan. Aku lebih memilih ikatan yang melebihi semua itu, ikatan
yang selalu memancarkan cahaya bintang dan beribu warna dengan berjuta makna
yang terkais didalamnya.
Kuulurkan tangan untuk
meraihnya. Dialah sahabatku yang kerap kali menyinari hari-hari dengan
sekelumit cahaya bintang-bintang dalam bola mata yang berbinar, dengan
sekelumit senyuman yang membuat dunia tertawa, bahkan dialah pelita yang terus
sinari dalam dekapan hening malam yang pekat.
Sahabatku yang baik hati, hiasan
dalam sekelumit senyuman dalam wajah yang merona, malu…. Tak terlukis suatu
ketika kami ukir syair cinta dalam lembaran-lembaran angin malam yang selalu
saja menjadi alasan kerinduan. Kini, syair cinta telah menjadi bait-bait indah
yang menggema dalam pemikiran, yang menjadi penawar bagi hati yang galau.
Tak satupun menyadari akan
dirinya, tentang hidupnya yang mendera derita, tentang kisahnya yang malang…,
kecuali aku. Dengan keyakinan dan ketabahan yang mempertahankan segenap
senyuman dalam dekapan malam, Malam yang turut menemani dalam kegalauan dan aku
tak selalu hadir untuk mendampingi. Kutitip salam melintasi bintang dilangit
yang paling terang, semoga mampu sampai pada sang mawar yang sempat mengharumi
hidupku.
Dengan niat dan berjuta hasrat
kuukirkan berjuta kata yang kan menghiasi mimpi-mimpi indah dengan seseorang
yang selalu setia dan melindungi. Kebersamaan dengan indahnya terus terjadi dan
liku-liku akan jebakan-jebakan yang menggoda mengikuti, dapat menjerumuskan
dalam kebencian yang tak terlupakan. Dan persahabatan telah menjerit,
“Tak sepantasnya kalian mengaku
akan keberadaanku dalam ikatan kalian, bila akhirnya kalian jua hilang bersama
kebencian!”
Dan bukan kami yang melakukan,
ikatan kami selalu indah dengan taburan bintang pada malam-malam kelam, hiasan
cinta yang terus terpajang dalam tembok persahabatan.
***
Waktu telah membuktikan bahwa
sahabat terbaikku akan berlalu dengan segala senyumannya, menepikan kilauan
cahaya dengan kekakuannya. Janji suci menyeruak hingga keseluruh sudut,
dengan segenap kesetiaan yang tak akan luntur dan noda tak menggairahkan,
bahkan kau akan tetap sahabat terbaikku selamanya. Dengan bintang-bintang yang
menjadi sebuah pelita, Kata-kata cinta yang terus menggema, menyelimuti dunia
dengan segenap warna, dan berjuta makna yang menyelubunginya dengan kata-kata
mesra.
“Pertemuan tak ada yang abadi,
perpisahan pun begitu adanya.”
Aku percaya dengan bait-bait
hitam diatas putih itu yang berlandaskan atas nama persahabatan,. Dan bahkan
aku harus mempercayainya, paling tidak untuk sekedar menentramkan jiwa yang
selalu dibisiki oleh kata-kata berbisa yang tak habis-habisnya menggoda. Ah,
percuma saja… aku sudah kebal dengan kata-kata beracun yang tergelincir dari
bibir-bibir liar yang terus menjerumuskan dengan hasil nihil, mengerjakan
sesuatu tanpa hasil, terlebih untuk menjerumuskan manusia, menyedihkan. Percuma
hidup didunia jika sesungguhnya mengerjakan hal tercela.
Datang padaku atas nama
persahabatan yang senantiasa menyinari masa-masa kelam yang telah berlalu
dengan berjuta perasaan yang selalu merajut nadi yang mengalir dalam darah,
bahkan terus terkenang dalam ingatan. Mata bening mengibaratkan cahaya bintang
dan kata-kata manis perangkai mimpi indah senantiasa mengukir senyum dalam
dekapan luka lama yang kelam dan terpendam.
***
Aku berjalan sungguh dalam
kegalauan dunia. Perjalanan panjang tanpa batas, menyerahkan diri pada yang
kuasa dengan bekal harap dan do’a serta seberkas semangat yang membara,
membakar jiwa-jiwa liar yang menghadang, bahkan penat sekalipun tak membuatku
lupa akan dirinya yang bersemayam dalam hati berhiaskan mawar-mawar kuning
semerbak mewangi.dialah yang kucari selama ini, Hawa yang selau dalam hati
seorang Hawa lainnya sebagai sahabat terbaik, bahkan tidak menomor satukan seorang
Adam. Hanya satu tujuan untamaku, mencari sahabat terbaikku yang lama telah
hilang.
Berselang beberapa waktu
kedepan. Pencaharian dari sekian banyak perjalanan, mendayung sampan,
menyambung titik demi titik hingga menjadi garis jejakku untuk segera kau temui.
Ingin sekali rasanya sahabat terbaikku hadir mulai sejak kini
Terakhir dari sekian pencaharian
untuk menemukan bintang-bintang dengan berjuta warna, kelusuhan jiwaku dengan
ikhlas menyuguhkan warna lain dari dunia.
Waktu berlalu dengan singkatnya,
tanpa satupun ada amanat yang kudapat. Hanya satu, dari kejauhan mata
memandang,
“Ia datang unutuk menepati
janji, janji suci yang kami ucap bersama. Bahkan bintanglah yang menjadi saksi
bisu baginya.”
“We are the best friend forever”
Komentar
Posting Komentar