Langsung ke konten utama

Wattpad

Sad Story Part 1

Hujan selalu mengingatkanku padamu, katamu nyanyian hujan yang gemericik adalah lagu nina bobo terbaik di dunia. Mengingatkanku pada hari itu, saat kau terlelap dibahuku. Aku bisa merasakan hangat hembus napasmu. Sekarang pun mungkin kau sedang terlelap entah dibahu milik siapa, karena hujan sedang menyanyian lagu nina bobo untukmu.
PING!!!
"Gue udh di depan nih"
Aku mengintip dari jendela kamar, Accord gold itu tetap mengkilap walau diterpa hujan.
"Ya, sebentar ;)" Aku bercermin untuk kesekian kalinya, memastikan semua baik-baik saja.
Aku menutupi kepalaku dengan tas genggam hitam kesayanganku dan sedikit berlari menuju pria yang sedari tadi melemparkan senyum padaku.
"Lo keliatan pucat,"
"Aku nggak apa, kok. Mungkin karena hujan kali."
"Syukurlah."
Pria itu menginjak gas perlahan. Pada keningnya aku dapat melihat raut kecemasan. Dan aku sendiri dapat mendengar detak jantungku yang berderu kencang. Dua tahun lebih kami tidak berjumpa dan kini harus duduk berdampingan. Kaku, tidak seperti dulu.
Sebenarnya ada rekan kami satu lagi, Merlyn yang mungkin sudah sampai di lokasi. Aku, Roy dan Merlyn adalah sahabat sejak di bangku SMA. Kami sama-sama hobi menyanyi dan sudah banyak lagu yang kami ciptakan. Tapi mungkin karena kesibukan kami atau memang belum ada niat untuk mempublikasikan, sampai sekarang karya-karya kami hanya kami saja yang menyanyikan.
Tapi hari ini Merlyn ingin mempertemukan kami dengan beberapa temannya yang memiliki hobi yang sama dan mensponsori beberapa organisasi musik di negeri ini.
BASEMENT FULL
Mata Roy membaca tulisan itu seperti melihat hantu.
"Kamu oke, Roy? Disana masih banyak yang kosong."
Roy memutar kemudi dengan wajah kesal, "Harus parkir diluar."
"Kenapa? Takut mobilmu lecet?" candaku.
"Nggak lah," jawabnya sambil tersenyum.
Setelah parkir dengan sempurna, aku memutuskan untuk langsung keluar.
"Tunggu, Zie!!"
Dia sibuk mencari sesuatu di kursi belakang.
"Ada yang ketinggalan, ya?"
"Nggak juga sih,"
"Lah terus?"
"Diluar hujan, Zie. Sebentar ya!"
"Hujannya nggak deras, Roy!"
"Kita harus tetap pakai payung, Zie!
Matanya tajam menatapku bebeberapa detik, kemudian sibuk mencari sang payung.
"Gerimis kecil begini nggak akan membunuh kamu."
"Tok!! Tok!!"
Seorang security mengetok jendela mobil menawarkan payung dark blue dengan tulisan Merlyn's Hotel. Roy menyambutnya seolah telah mencapai surga setelah kematian. Dia keluar dan membukakan pintu untukku.
Dibawah payung seperti ini memaksa kami harus saling berdekatan sedekat-dekatnya. Aroma Terre D'Hermes dari tubuh Roy tercium maskulin. Roy kini tumbuh menjadi seorang pria tampan rupanya. Pembawaannya yang maskulin dan easy going pasti banyak sekali wanita yang mendekatinya.
"Ramai juga ya hotelnya Merlyn"
"Lagi ada anniversary perusahaan farmasi kabarnya"
"Oh," jawabnya singkat.
Kami langsung menuju lantai 3 sesuai komando Merlyn di BBM. Begitu pintu lift terbuka suasanya klasik di lantai dasar lenyap seketika. Ternyata selera Merlyn tak berubah sejak jaman SMA dulu. Dining room yang sangat luas didekorasi dengan sangat modern. Ada mini bar yang agak tertutup di sudut utara dan coffee shop yang terlihat begitu nyaman di selatan. Aku dapat melihat Merlyn sedang berbincang-bincang dengan seorang pria disana.
"Hi Chezzy!! Gue kangen banget sama lo"
Tubuh dan wajah Merlyn tidak berubah sama sekali, sama seperti saat terakhir bertemu tiga atau empat tahun lalu sebelum dia melanjutkan pendidikannya di New York. Hanya tatanan rambutnya saja yang berubah lebih modern, semakin cantik sebanding dengan penyanyi-penyanyi korea. Cokelat dan curly.
"Hi, Roy! Kamu sehat kan?" sapanya pada Roy sambil berjabat tangan.
"Seperti yang lo lihat, Lyn. Gue sehat."
"Oya, Zie, Roy! Ini temen gue yang gue ceritain, John."
Kemudian pria berpolo putih itu menyambut salam kami dan memperkenalkan dirinya.
Jonathan, atau John adalah teman seperjuangan Merlyn di New York. Setelah mengetahui kalau ternyata John pernah punya band di SMAnya, Merlyn tidak segan-segan bercerita tentang kami. Aku, dia dan Roy.
"Eh, sebenernya masih ada satu lagi nih temen gue. Tapi masih sibuk dia."
"Siapa, Lyn?" tanya Roy dan John kompak.
Aku langsung ambil kesimpulan bahwa temannya yang satu ini bukan teman kuliah Merlyn ataupun teman SMA kami.
"Nanti juga gue kenalin, kok!"
Hampir setengah jam kami mengobrol sambil meningmati kopi gratis dari Merlyn.
"Hi, Lyn. Sorry too late. They don't let me go"
Aku melempar muka ke arah pemilik suara itu.
Merlyn bangkit dari duduknya dan menyambutnya dengan hangat, seperti ia menyambut kami sebelumnya.
Sedangkan tubuhku mendadak kaku. Kuraih cangkir kecil hitam di atas meja. Bagus, sudah tidak terlalu panas. Jadi aku bisa memeluknya dalam telapak tanganku. Semoga secangkir kopi ini dapat mencairkan tubuhku yang mendadak beku.
"Zie, lo ok?" Roy memecah batinku.
Ternyata semuanya sudah berdiri menyalami pria itu.
"Zie kenalin ini temen gue Nick," ucap Merlyn.
"Maaf telat. Lagi ada acara anniversary diatas"
Aku kenal betul suara itu. Semakin membuatku cemas saja rasanya.
"Zie lo sakit ya? Muka lo makin pucat sih," tanya Roy lagi sedikit berbisik.
Aku mengumpulkan butir-butir kekuatan untuk bangkit dari dudukku. Sebelum berdiri, ku pastikan tidak ada genangan air yang akan menenggelamkan bola mataku.
"Hai, Nicko! Apa kabar?" aku menyodorkan tangan kananku dan berusaha tersenyum ramah.
Bukan menyambut salamku, Nick malah memberiku tatapan kosong.
"Jadi lo udah kenal sama Nicko, ya?" tanya Merlyn.
Aku hanya tersenyum.
"Aku baik, Zie." Jawab pria itu kemudian tanpa menggubris Merlyn.
Dan kami kembali duduk mengitari sebuah meja bundar. Merlyn mmemanggil seorang pelayan dan memesan beberapa menu. Tapi aku sudah tidak fokus apa yang mereka bicarakan setelahnya.
Jadi kamu sudah banyak berubah ya? Tubuh kurusmu kini terlihat kekar dengan dada yang lapang. Gaya rambut messy-mu menghilang kemana? Juga kacamata yang dahulu tidak pernah lepas dari wajah itu. Ya, wajahmu! Dahulu pipi itu berisi, tapi kini sangat berbeda. Kau kini tumbuh dewasa rupanya. Sangat rupawan.
"Kamu setuju kan, Zie?!" Merlyn tiba-tiba menyenggol lenganku.
"Eh, iya," jawabku asal.
"Ok, kalo gitu bagus. Kita punya waktu tiga bulan,"
"Eh, maksud lo apa, Lyn?" Aku pasti terlihat sangat bodoh sekarang, "Sorry, gue tadi ngelamun,"
"Nah, kebiasaan nih anak dari dulu. Hobi bengong dipelihara," ucap Roy.
"Jadi gini loh, Zie. Keluarga Nick mau buka sekolah musik dan dia minta bantuan kita semua." Jelas John.
"Gedungnya sih udah siap, masih kosong dan belum ada izin. Makanya gue minta bantuan Merlyn dan akhirnya minta bantuan kalian semua." ucap Nicko dengan wajah serius.
"Iya. Jadi gue ulangin lagi ya. Roy yang urus perizinan, dia yang paling jago soal IMB dan gue yang dekor tuh gedung bakal kayak apa nantinya." Jelas Merlyn lagi,
"Nah gue ngapain?"
"Lo kan jago banget kesektrariatan. Bantuin Nick buat proposal biar jebol ke produser-produser ternama." Jawab Merlyn dengan senyum penuh makna.
"Biar nanti gue yang ajukan proposalnya ke mereka. Gue banyak kenalan disana," ucap John bangga.
"Kalo emang banyak kenalan, mending langsung ngomong aja,"
"Kita harus profesional. Aku nggak mau KKN, ya! Jadi aku butuh bantuan kamu," mohon Nicko.
"Gue nggak janji. Kalian tau gue punya job dan gue sibuk,"
"Zie, please." Tiba-tiba Nicko menyentuh tanganku.
Aku menariknya segera. Gugup.
"Dia dapet banyak dukungan dari luar. Billboard dan Sony, gue rasa lo perlu mempertimbangkan project ini. Ini bagus untuk musik Indonesia dan bukti kalau lo cinta musik. Yang lain juga punya kesibukan masing-masing, kok."
Kata-kata Roy benar-benar menyindirku. "Ok! Gue terima. Selama ini semua nggak ganggu job gue."
*****
Pertemuan hari ini benar-benar menyita pikiranku. Jadi sekarang aku punya pekerjaan sampingan sebagai sekertaris-juga. Konyol. Sudah lama aku tidak beurusan dengan musik. Tepatnya setelah dia pergi meninggalkanku, lebih dari setahun lalu.
Nicko
Aku tidak percaya. Dia menyentuhku, masih terasa begitu nyata. Caranya memohon padaku, tatapan itu, binar matanya masih sama seperti yang dulu.
Aku masih ingat saat itu, saat kau bilang akan pergi jauh, kau bilang tak bisa denganku lagi, tak akan bertemu denganku lagi. Saat itu, tubuh kurusmu sangat hebat untuk mengelabuhiku bahwa semuanya baik-baik saja. Tapi pada matamu aku tau kau bersikeras melakukannya. Aku lihat ada bulir terang disana. Kau ingin menangis, bukan? Saat itu terakhir kali kita bicara dan kau tidak pernah kembali lagi. Setelah kau ucapkan selamat tinggal, aku hanya bisa melambaikan tanganku. Selamat jalan.
Aku meraih gitarku dan mulai memetiknya satu-satu. Wajahku hangat dan mulai kurasa basah pipiku.
This is a story, staying in memory
This is my story, which ending sadly
You said need to go, should i let you go?
Don't you know honey, i need you more
Chorus:
You said good bye, good bye.. Baby see you...
You said love me, love me.. But why are you?
Letting me down lonely, waiting for you baby
You said good bye, good bye.. Baby see you
Good bye...
And here our story, the truth you leave me
Listen this song Baby, I wanna let you know!!!
Chorus:
When you said good bye, good bye.. Baby see you...
You said love me, love me.. But Why are you?
Letting me down lonely, waiting for you baby
You said good bye, good bye.. Baby see you...
You said love me, love me.. But Why are you?
Letting me down lonely, waiting for you baby
You said good bye, good bye.. Baby see you
Good bye!!!
I'm running to the hill, I'm fiinding under sea
Almost catching the sky, but where are you Baby?!
Chorus:
You said good bye, good bye.. Baby see you...
You said love me, love me.. But Why are you?
Letting me down lonely, waiting for you baby..
You said good bye, good bye.. Baby see you...
You said love me, love me.. But Why are you?
Letting me down lonely, waiting for you baby
You said good bye, good bye.. Baby see you...
You said love me, love me.. But Why are you?
Letting me down lonely, waiting for you baby
You said good bye, good bye.. Baby see you
Good bye!!!

Komentar

Sedang Populer

Ketika...

Ketika aku harus pergi.... Langkahku kaku, tulangku beku. Terpaku dalam sebuah lagu, ragu. Pekat dan kelabu, semua mengoyak batinku. Ingin kuubah kosong menjadi isi, tapi wadah berlubang terlalu besar. Ingin aku terus bernyanyi, namun hati tak boleh ingkar. Ketika aku harus melangkah.... Semua terasa pilu sudah. Haruskah aku mengalah? Tapi aku tak ingin menyerah! Ini awal, sayang bukan akhir dari segalanya. Biar kita menderita, sejenak saja. Lalu bahagia untuk selamanya. Ketika kamu tak rela jua.... Menangislah, sayang! Menangislah dalam lambaian. Ucapkan selamat jalan, diguyur hujan. Semua memang terlalu cepat, dan terasa sangat berat. Pejamkan matamu, dan bermimpilah! Aku akan hadir tanpa satupun pengganggu. Ketika kamu mulai menerima.... Bukalah matamu, sambut harimu dan berbahagialah. Seperti sedia kala. Aku akan segera hadir disisimu, pasti! Semua akan terasa singkat, seperti se

Sweater Hijau Kakakku

Introducing Me   Aku Zie, gadis tujuh tahun yang telah merasakan menjadi seorang tahanan. Bukan Tahanan sungguhan, karena aku anak baik-baik yang melakukan hal-hal baik dan dituntut agar selalu mematuhi peraturan.   Ayahku adalah jenderal besar kemiliteran Angkatan Darat di negaraku yang menjunjung tinggi hukum tapi selalu dihujani dengan berita pelanggaran hukum setiap harinya. Ayah adalah orang baik. Tapi kenapa pria baik seperti Ayah memiliki banyak musuh?   Dulu Ibu pernah bilang, kalau aku harus dijaga setiap saat. Kemudian, hidupku semakin tak bebas saat itu. Aku selalu dikawal oleh dua orang bawahan Ayah. Ayah memanggil mereka dengan sebutan Sersan Adi dan Sersan Indra. Rasanya seperti tahanan, setiap saat dalam pengawasan.   Sedangkan kakak sulungku, Arya, tinggal di New York sejak usianya enam tahun dan sudah tujuh tahun Abang tinggal disana bersama Opa dan Oma. Abang pergi saat usiaku satu tahun dan aku hampir lupa wajah Abang. Hanya sesekali Abang pulang saat libu

INTERMEZO

Aku kalut, saat itu keadaan diluar kendaliku. Mungkin saat itu aku hanya merasa kasihan padamu atas semua ceritamu, tentang kekasihmu yang teramat sibuk. Dan kau yang selalu datang padaku, menemani hari-hariku, menjadi sebuah santapan rutin bagiku... yang setiap hari harus ku konsumsi. Karena jika tidak aku merasa sepi. Sangat sepi sekali. Dan kau membuatku berharap lebih, dengan membawa seribu warna cerah, menyenandungkan berjuta puisi indah dan lagu-lagu tentang cinta. Bagaimana aku bisa lari darimu? Dari berpilin-pilin rayuan manis bibirmu, dimanjakan olehmu dan cokelat-cokelat manis kirimanmu. Bagaimana bisa aku menolak semua itu, disaat aku benar-benar membuthkannya..., membutuhkanmu. Seorang gadis datang padaku, menangis dihadapanku. Dia memohon agar aku tidak mengganggumu dan berhenti mendekatimu. Apa selama ini kau merasa terganggu dengan kehadiranku? Dan bukankah kau yang selalu mendekatiku saat itu. Dan kau mulai berkelit lagi seribu janji, memohon aku untuk