Langsung ke konten utama

Wattpad

Sad Story Part 4

Aku memandang langit pagi cerah ini dari balkon lantai dua vila mewah milik Nicko. Tersenyum memandang mereka yang sedang bersenda gurau di kolam renang.
Aku menolak ajakan mereka untuk berenang pagi ini dengan alasan kurang enak badan. Dusta. Harusnya aku mengatakan tidak enak hati saja!
Sudahlah! Aku tidak ingin menodai kebahagiaan sahabatku. Dulu aku adalah orang nomor satu yang selalu tau tentangnya. Dulu aku adalah satu-satunya perempuan yang tau betapa menderita hidupnya. Dia bertahan dengan poker face-nya dan menyembunyikan segala keluh dengan senyumnya.
Ternyata ada banyak hal yang telah terlewat darinya kini. Aku sangat penasaran bagaimana mereka saling mengenal dan jatuh cinta.
"Zie!"
Aku tersentak dan segera membalikan tubuhku ke sumber suara.
"Lo udah baikan?" tanya pria itu dengan pakaian renangnya.
"Iya Roy,"
Pria itu melangkah mendekat dan melempar pandang ke arah bawah.
"Jadi lo patah hati?"
Wajahku mendadak menjadi hangat, "Entahlah. Tapi Merlyn pantas untuk semua itu."
"Lo selalu mengalah buat dia,"
Aku terdiam memandangi mereka yang sedang bersenang-senang. Tentu saja aku akan selalu mengalah darinya. Dia sahabatku, dia seperti saudaraku. Satu-satunya keluarga yang aku punya.
"Dan juga buat lelaki itu!" Telunjuk Roy tepat menunjuk ke arah Nicko.
" Zie!" kali ini dia menggenggam tanganku. "Lo pernah nolak gue demi Merlyn dan tinggalin gue demi Nicko. Sekarang mereka berdua sempurna hancurin perasaan lo."
Dadaku terasa sesak. Jantungku seperti berhenti berdetak. Apa-apaan Roy ini?! Dia berusaha mengkambing hitamkan hubungan mereka.
"Untuk yang ketiga kali," dia memberi jeda dengan napas panjang. "Be my woman?" dia berlutut dihadapanku.
"Bangun Roy!" aku melempar pandanganku ke arah sebelumnya. Menyaksikan mereka yang sedang bersenang-senang. John juga terlihat sangat dekat dengan Merlyn. Ah aku rasa semua lelaki di dunia akan berusaha mendekati dara cantik itu. A perfect women.
"Lo nolak gue lagi?" dia memandang ke arahku. "Atau mau lari lagi jauh-jauh dari gue? "
Aku membalas tatapannya.
"Gue nggak pernah berpaling dari lo," tatapannya terasa begitu dalam.
"Kenapa nggak lo coba?" balasku mantap.
"I did. But never work!"
Aku tersenyum dan meninggalkannya.
*****
"Zie pulang bareng lagi, Yok!" ajak Nick malam itu.
"Nggak usah. Temenku jemput."
"Oh pacarnya ya?" nada ucapannya jelas menggoda.
"Bukan kok,"
"Yaudah hati-hati" Ia meraih gitarnya dan berlalu.
Baru selangkah aku menjauhi pintu, sudah kutemukan batang hidung Roy dengan senyumnya ke arahku. Tanpa basa-basi ia membukakan pintu mobilnya untukku. Aku berusaha setenang mungkin mengatur napasku, tapi wajahku tak kan bisa menipu. Tubuhku terasa dingin, beku. Ya, aku gugup kala itu. Andai bukan tentang Merlyn, aku tak ingin menemui pria ini lagi.
Dia berhenti di parkiran restoran fast food. "Katanya mau anter gue pulang?"
"Ada yang mau gue omongin tentang Merlyn. Dan gue yakin, lo nggak akan izinin gue masuk ke kosan lo kan?"
"Ok fine,"
Kami duduk berhadapan diantara meja bundar berwarna putih bersih.
"So, tell me now!"
"Merlyn pergi ke Turki," ucapnya hati-hati.
"Kapan? Kenapa dia nggak bilang sama gue?!"
"Dia tau lo sibuk dengan segala urusan kuliah dan kerjaan lo sekarang. Dia nggak mau ganggu,"
"Merlyn jahat banget, sih! Semua itu bisa gue atur." Aku merasakan wajahku menghangat. "Apa dia udah nggak peduli lagi sama gue?"
"Nggak gitu!" Dengan hitungan detik tanganku berada dalam genggamannya. "Dia buru-buru. Harus kejar test masuk interior designing katanya." Dia menatapku.
Semakin aku ditatap seperti itu semakin aku menjadi lemah. Ingin kucurahkan air mataku saat itu juga. Bukan karena kepergian Merlyn, aku dapat mengerti dia kenapa dia harus kesana. Tapi rasa kecewaku terhadap gadis itu. Bisa-bisanya dia pergi tanpa pamit denganku. Merlyn bodoh!
"Merlyn titip ini," Roy menyerahkan selembar kertas kecil. "Ini alamat Skype dan dia harap lo mau kontak dia secepatnya."
Mulai sejak itu Roy sering datang ke kafe tempatku magang hanya untuk sekedar menikmati secangkir chocochino. Bahkan aku tidak pernah tau kalau dia suka minum kopi.
*****
Kami berdua terjebak di kafe ini karena hujan lebat di luar. Seharusnya hanya aku saja yang terjebak, karena malam ini adalah jadwal piketku untuk membersihkan ruang karyawan, tapi Nick entah mengapa masih disini dan akhirnya kami menghabiskan waktu bersama dengan berakustik ria. Bersama Nick memang selalu menyenangkan, dia adalah pemain gitar yang hebat dan suaranya pun lumayan.
Sudah hampir satu jam dari jam kerja kami tapi langit belum juga berhenti menangis. Dan Nick tidak berhenti memetik gitarnya. Dia bilang hujan akan membuatnya teenggelam dilautan terdalam. Terlalu berlebihan. Tapi memang aku sering menemukannya tertidur ketika hujan. Makanya dia enggan untuk berhenti bernyanyi atau hujan akan menenggelamkannya.
"Udah reda. Pulang yuk!" Ajaknya setelah menyelesaikan lagu Thinking Out Loud Ed Sheeran.
Aku mengambil tas diloker. Tak lupa ku periksa ponselku, barangkali ada pesan penting setelah terakhir kulihat jam makan siang tadi.
Benar saja. Ada puluhan panggilan tak terjawab dan juga pesan.
"Roy!"
Roy sudah menghubungiku mungkin ribuan kali sejak pagi tadi. Dia memintaku bertemu lagi secara privacy. Bukan sebagai pembeli dan waiter seperti biasanya. Terakhir kubaca pesannya siang tadi dia akan menjemputku. Sudah kubalas tidak usah. Tapi pesan terakhir yang baru saja kubaca benar-benar membuat lututku menjadi ngilu.
Gue tau lo belum pulang. Gue bakal disini sampai pagi. Sampai lo kasih jawaban.
Tapi aku yakin dia sudah pergi sedari tadi. Tentu saja hujan mengusirnya.
"Nih pakai!" Nick mengejutkanku dengan jaket hitam yang disodorkannya.
Aku meraihnya dan kami keluar bersamaan. Dia duduk di kursi yang aku yakin basah terkena tampias air hujan. Menungguku mengunci pintu dengan empat kali safety.
"Zie."
Bisik seorang pria. Suaranya miris seperti telah diterpa badai.
Aku melempar wajahku pada sumber suara.
"Roy!"
Wajah itu tetap tersenyum walau aku tau dalam raga itu kesakitan. Dengan payung hitam ia berdiri tegap disana walau aku atau ia menahan gemetar. Bibirnya pucat kedinginan. Celananya kuyup, apalagi sepatunya sudah tak karuan. Air langit jatuh satu-satu menciptakan cipratan air kecil dipayungnya.
"Kamu dijemput ya?" Tanya Nick tiba-tiba.
"Nggak kok!" Aku menarik Nick dan berjalan cepat-cepat.
"Zie gue sayang sama lo!"
Aku mengalihkan pandanganku kearahnya. Lalu melangkahkan kakiku semakin lebar dan semakin cepat lagi. Ingin buru-buru pergi dari tempat itu. Nick mengikuti tepat dibalakangku.
"Gue cinta!!"
Aku mendengar jeritan Roy yang seolah menantang hujan. Aku enggan berhenti atau hanya sekejap mengarahkan pandangku ke arahnya. Itu benar-benar menyakitkan. Jadi aku lebih memilih terus berjalan walau hujan semakin kencang.
Sejak saat itu Roy tidak pernah datang lagi ke kafe bahkan hanya untuk sekedar menikmati secangkir chocochino yang dia bilang suka minggu lalu. Terakhir Merlyn kasih kabar padaku via skype, bahwa Roy dirawat di rumah sakit. Merlyn memaksku untuk menjenguk tapi tentu aku punya banyak alasan untuk menolak. Aku kuliah dan kerja, bayangkan saja betapa sibuknya.
Jujur saja aku khawatir dengan keadaan Roy, aku bukan robot yang tak punya perasaan. Tapi kehadiranku nantinya pasti akan membuat Roy semakin mengharap. Jadi ku putuskan untuk tak acuh saja. Lagipula paling dia kena demam akibat bermandi hujan semalaman.
*****
Minggu sore kami kembali ke Jakarta dengan bis. Bis pribadi milik Nicko. Oh My God!! Begitulah reaksiku saat pertama kali masuk. Ini seperti lorong hotel atau lorong kereta yang didesign untuk keluarga raja. Tidak ada jajaran kursi! Hanya dua buah sofa panjang hitam bludru yang berhadapan. Dan sebuah permadani merah-hitam di hadapan seperangkat alat multi media.
Kami duduk diatas permadani itu dan bermain kartu. Bukan permainan kartu biasa.
"Siapa yang dapat kartu dengan nilai terbesar akan diberi hukuman." begitu ucap John membuka permainan.
John mulai membagikan kartu itu satu-satu pada kami setelah mengocoknya beberapa saat.
Nick membuka pertama kali, "enam."
"Joker!!" Merlyn tersenyum kemenangan.
"Tujuh," ucap John dan dengan wajah khawatir.
"Sembilan," aku berisik pelan.
"Buka roy kartu lo!!" teriak Merlyn.
"Udah jelas Zie yang kalah, hukum aja!" jawab Roy menyebalkan.
"Nggak bisa gitu dong cepet buka!" protesku.
Dengan percaya diri dia melempar kartu yang bahkan belum dia lihat sebelumnya.
Merlyn tertawa geli melihat huruf K disana.
"King?!" aku menatapnya sinis. "Jadi apa hukuman untuk Tuan Raja?" tambahku lebih sinis lagi diiringi tawa Merlyn yang semakin meriah.
"Lempar aja keluar!" ucap Merlyn girang.
"Nggak boleh buang sampah sembarangan!"
Ucapan John barusan menambah gelak tawa Merlyn. Gadis itu menahan tawa di pundak lelakinya. Aku bisa melihat ekspresi Nicko mendadak salah tingkah. Aku sempat mendapatkan matanya yang kebingungan.
"Nyanyi aja!" ucap lelaki itu meraih gitar yang ada disudut belakang.
"Tapi lagu sendiri ya!!" tambah lelaki itu menyerahkan gitar kepada Roy.
"Aduh gue lagi nggak mood nih," ucap sang terdakwa.
"Udah nyanyi aja yang lo rasa. Biasanya juga begitu," ucap Merlyn sudah tidak tertawa lagi.
"nanti pada galau lagi?!"
"paling juga kita tinggal tidur," ucap John.
Sang terdakwa hanya diam.
"gentleman dong!!" protesku!!
"oke oke.. "
Dia mulai memainkan gitar. Dari matanya aku tau dia sedang tidak berada disini. Mungkin dia kembali ke masa sebelumnya, atau membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya.
To every melody you gave to me
To every symphony we made together 
But when you said goodbye and leaving me
We was never explain our feel each other
But every song I hear reminds you 
Every song I sing cause of you 
Every song I made that were about you
And I'm still standing here and I'm down 
I'm still staying here can't move on
I just know all I was made just sad song
I wish there you can listen this song
Like when we were together all night long
And from this song you will know what's wrong
Cause in the past I was in love it's belong
And every song I hear reminds you 
Every song I sing cause of you 
Every song I made that were about you
And I'm still standing here and I'm down 
I'm still staying here can't move on
I just know all I was made just sad song
Just sad song I can sing just sad song
This is sad song what I made just sad song
I hope I can forget you but I just here down can't move on cause, 
Because...
Cause every song I hear reminds you 
Every song I sing cause of you 
Every song I made that were about you
And I'm still standing here and I'm down 
I'm still staying here can't move on
I just know all I was made just sad song
Nick dan John bertepuk tanganuntuk Roy. Tapi Merlyn menggenggam tanganku erat. Tatapan matanya penuh makna, tapi kini aku tak bisa lagi membaca pikiran gadis ini. Sudah terlalu lebar tembok pembatas diantara kami.
"Kocok lagi dong kartunya!!" ucap Roy seperti dendam.
"Kita karaoke aja yok! " jawab Merlyn seperti maling yang tertangkap basah. Kelabakan.
Begitu lah kami menghabiskan waktu sepanjang perjalanan hingga aku diturunkan yang paling pertama dan entah bagaimana mereka setelahnya.

Komentar

Sedang Populer

Ketika...

Ketika aku harus pergi.... Langkahku kaku, tulangku beku. Terpaku dalam sebuah lagu, ragu. Pekat dan kelabu, semua mengoyak batinku. Ingin kuubah kosong menjadi isi, tapi wadah berlubang terlalu besar. Ingin aku terus bernyanyi, namun hati tak boleh ingkar. Ketika aku harus melangkah.... Semua terasa pilu sudah. Haruskah aku mengalah? Tapi aku tak ingin menyerah! Ini awal, sayang bukan akhir dari segalanya. Biar kita menderita, sejenak saja. Lalu bahagia untuk selamanya. Ketika kamu tak rela jua.... Menangislah, sayang! Menangislah dalam lambaian. Ucapkan selamat jalan, diguyur hujan. Semua memang terlalu cepat, dan terasa sangat berat. Pejamkan matamu, dan bermimpilah! Aku akan hadir tanpa satupun pengganggu. Ketika kamu mulai menerima.... Bukalah matamu, sambut harimu dan berbahagialah. Seperti sedia kala. Aku akan segera hadir disisimu, pasti! Semua akan terasa singkat, seperti se

Sweater Hijau Kakakku

Introducing Me   Aku Zie, gadis tujuh tahun yang telah merasakan menjadi seorang tahanan. Bukan Tahanan sungguhan, karena aku anak baik-baik yang melakukan hal-hal baik dan dituntut agar selalu mematuhi peraturan.   Ayahku adalah jenderal besar kemiliteran Angkatan Darat di negaraku yang menjunjung tinggi hukum tapi selalu dihujani dengan berita pelanggaran hukum setiap harinya. Ayah adalah orang baik. Tapi kenapa pria baik seperti Ayah memiliki banyak musuh?   Dulu Ibu pernah bilang, kalau aku harus dijaga setiap saat. Kemudian, hidupku semakin tak bebas saat itu. Aku selalu dikawal oleh dua orang bawahan Ayah. Ayah memanggil mereka dengan sebutan Sersan Adi dan Sersan Indra. Rasanya seperti tahanan, setiap saat dalam pengawasan.   Sedangkan kakak sulungku, Arya, tinggal di New York sejak usianya enam tahun dan sudah tujuh tahun Abang tinggal disana bersama Opa dan Oma. Abang pergi saat usiaku satu tahun dan aku hampir lupa wajah Abang. Hanya sesekali Abang pulang saat libu

INTERMEZO

Aku kalut, saat itu keadaan diluar kendaliku. Mungkin saat itu aku hanya merasa kasihan padamu atas semua ceritamu, tentang kekasihmu yang teramat sibuk. Dan kau yang selalu datang padaku, menemani hari-hariku, menjadi sebuah santapan rutin bagiku... yang setiap hari harus ku konsumsi. Karena jika tidak aku merasa sepi. Sangat sepi sekali. Dan kau membuatku berharap lebih, dengan membawa seribu warna cerah, menyenandungkan berjuta puisi indah dan lagu-lagu tentang cinta. Bagaimana aku bisa lari darimu? Dari berpilin-pilin rayuan manis bibirmu, dimanjakan olehmu dan cokelat-cokelat manis kirimanmu. Bagaimana bisa aku menolak semua itu, disaat aku benar-benar membuthkannya..., membutuhkanmu. Seorang gadis datang padaku, menangis dihadapanku. Dia memohon agar aku tidak mengganggumu dan berhenti mendekatimu. Apa selama ini kau merasa terganggu dengan kehadiranku? Dan bukankah kau yang selalu mendekatiku saat itu. Dan kau mulai berkelit lagi seribu janji, memohon aku untuk