Langsung ke konten utama

Wattpad

Edisi Galau

Pria tampan bermobil sedan, sudah lama kita tidak dipertemukan. Tiada lagi pemandangan menyejukan, ketika bermacet-macetan di perempatan jalan. Tiada lagi lemparan senyum hangat dari wajahmu yang menawan, saat asap - asap kendaraan terasa memuakan. Tak perduli knalpot dihadapan berderu dengan suara lantang, aku masih terus mencari mobil merah bersticker api hitam. Tak acuh klakson mulai memekik menyebalkan, aku tetap sibuk mencari sosok dirimu lagi. Disetiap pagiku... di perempatan jalan itu.

Aku belajar melupakanmu,
sedangkan rindu ini terus memburu dirimu. Mencari pada setiap pelosok pagi, juga pada sudut-sudut petang. Mencari sapaanmu, mencari rayuanmu, mencari cumbumu, atau bahkan sekedar biasmu.
Aku belajar meninggalkanmu,
sedangkan namamu terpatri kekal  di dalam relung hatiku. Cintaku tertinggal dalam genggammu, tanpa pernah kau kembalikan atau bahkan sekedar menunjukan pun tidak. Remukan-remukan cinta yang kau genggam terlalu erat itu, membekas abadi dalam telapak tanganmu, menyaksikan bahagiamu, menyaksikan tawamu, menyaksikan cumbumu dengan cinta yang lain... sedangkan ia sangat menderita.
Aku belajar membencimu,
sedangkan hatiku mencintaimu. Bagaimana mengubah rasa itu, dipaksa pun aku tak mampu, tak jua ia bisa berubah. Sekejam apapun kau siksa batinku, separah apapun kau aniaya cintaku. Namanya tetap cinta dan tak akan ia berubah.

Dan aku tak pernah bisa melupakanmu,
Dan aku tak akan pernah meninggalkanmu,
Dan tak mampu untuk membencimu.

Ku gantungkan cintaku diantara langit dan bumi. Tak membiarkannya terbang ataupun terjatuh. Kubiarkan begitu, tanpa aku sendiri dapat mencapainya.
Karena memang cuma kamu yang cukup tinggi untuk menggapainya, karena cuma kamu yang cukup mampu untuk melakukannya.
Tapi kamu tak cukup sudi. Hanya memandang dari kejauhan, tanpa menyentuhnya. Dan kau biarkan cintaku tergantung disana, bersama diriku.

Aku masih ingat,
saat pertama kita bertemu. Di perempatan jalan, disela keramaian.
Aku masih ingat,
saat pertama kau sodorkan tanganmu. Tersenyum kau sambil menyebut namamu.
Aku masih ingat,
saat pertama kita berkencan. Suasana romantis sukses kau hidangkan.
Aku masih ingat,
saat pertama kau daratkan kecup di keningku. Hangat, menenangkan.
Aku masih ingat,
saat pertama kau teteskan air mata untukku. Dengan ribuan kata maaf.
Dan tak kan pernah lupa,
saat kau hadirkan dia tepat di depan mataku. Enyahkan saja berjuta alasanmu itu.
Dan tak kan pernah lupa,
saat kau khianatiku. Enyahkan saja cintamu itu.
Dan tak kan pernah lupa,
saat kau bersujud memohon maafku. Enyahkan saja sesalmu.
Tak kan pernah lupa,
Karena ku masih ingat.

Dan kau bertekuk di hadapanku, menganggungkan penyesalanmu. Berkata dia tak seperti diriku, dan akulah yang kau tuju.
Dan aku terbangun dari tidurku, meluluh-lantahkan mimpi-mimpiku. Mendunglah pagiku, mimpiku hanya sebatas mimpi bagiku.
Dan ternyata, memang dia tak seperti diriku. Namun ia yang kau tuju, bukan aku.

Aku memang egois, tapi kau pernah dan mampu mengubahnya. Tapi kini, kau tak pernah melakukannya lagi. Membiarkan aku menjadi egois, sedang kau benci gadis egois.
Dan aku yang egois, sedang cuma kamu yang dapat mengubahnya. Namun kau tak ingin melakukannya lagi. Dan hancurlah cinta kita.

Otoriterku.. otoritermu. Lebih otoriter mana?
Aku mengaturmu dan kau atur aku.
Kau memaksaku dan aku menuruti apa maumu

Ah, dia...
Selalu seperti itu. Menyanyikan lagu-lagu cinta, menyampaikan puisi-puisi indah ketika sedang dilanda asmara. Kepada gadis manapun, yang (ketika itu) ia suka.
Ah, dia...
Masih saja sama. Cerita manis selalu dibawanya, membagi  warna dan rasa tentang cinta. Kepada gadis manapun (yang ia rasa) ia cinta.
Ah, dia...
Masih juga tak berubah. Wajah dewasa itu menutupi sikap kekanakannya. Menjadi seorang ayah_ayah yang sangat manja, yang harus dituruti segala keinginannya.
Ah, dia...
Sekeping logam pada jutaan kubik air payau. Berkilau memang, namun perlahan akan berkarat dan menampakan keburukannya.
Ah, dia...
Semoga bahagia di jalannya. Jalan penuh dusta pada setiap lontaran kata. Mencoba bahagiakan sesama dengan cara yang salah. Semoga Tuhan tak enggan untuk selalu memberkatinya.

Dan seperti langit hatiku mendung. Dia akan terus bergemuruh bagai topan, jika airnya belum tumpah. Akan penuh kilat saling menyambar, jika amarahnya belum tercurah.
Dan sepeti hujan airku jatuh. Perlahan satu persatu, kemudian deras mengguyur membasahi bumi. Tapi tidak seperti tanah yang girang tersiram, pipiku lusuh dengan noda hitam. Maskara meleleh bersama angkara, meluapkan murka. Dan butiran askara ini menanti jawaban tanpa tanya. Cukup diam.

Penantian panjang tiada akhir.
Kisahnya masih begini.
Belajar melupakan, meninggalkan dan membencimu.
Dan aku tak bisa.

Komentar

Sedang Populer

Ketika...

Ketika aku harus pergi.... Langkahku kaku, tulangku beku. Terpaku dalam sebuah lagu, ragu. Pekat dan kelabu, semua mengoyak batinku. Ingin kuubah kosong menjadi isi, tapi wadah berlubang terlalu besar. Ingin aku terus bernyanyi, namun hati tak boleh ingkar. Ketika aku harus melangkah.... Semua terasa pilu sudah. Haruskah aku mengalah? Tapi aku tak ingin menyerah! Ini awal, sayang bukan akhir dari segalanya. Biar kita menderita, sejenak saja. Lalu bahagia untuk selamanya. Ketika kamu tak rela jua.... Menangislah, sayang! Menangislah dalam lambaian. Ucapkan selamat jalan, diguyur hujan. Semua memang terlalu cepat, dan terasa sangat berat. Pejamkan matamu, dan bermimpilah! Aku akan hadir tanpa satupun pengganggu. Ketika kamu mulai menerima.... Bukalah matamu, sambut harimu dan berbahagialah. Seperti sedia kala. Aku akan segera hadir disisimu, pasti! Semua akan terasa singkat, seperti se...

Sweater Hijau Kakakku

Introducing Me   Aku Zie, gadis tujuh tahun yang telah merasakan menjadi seorang tahanan. Bukan Tahanan sungguhan, karena aku anak baik-baik yang melakukan hal-hal baik dan dituntut agar selalu mematuhi peraturan.   Ayahku adalah jenderal besar kemiliteran Angkatan Darat di negaraku yang menjunjung tinggi hukum tapi selalu dihujani dengan berita pelanggaran hukum setiap harinya. Ayah adalah orang baik. Tapi kenapa pria baik seperti Ayah memiliki banyak musuh?   Dulu Ibu pernah bilang, kalau aku harus dijaga setiap saat. Kemudian, hidupku semakin tak bebas saat itu. Aku selalu dikawal oleh dua orang bawahan Ayah. Ayah memanggil mereka dengan sebutan Sersan Adi dan Sersan Indra. Rasanya seperti tahanan, setiap saat dalam pengawasan.   Sedangkan kakak sulungku, Arya, tinggal di New York sejak usianya enam tahun dan sudah tujuh tahun Abang tinggal disana bersama Opa dan Oma. Abang pergi saat usiaku satu tahun dan aku hampir lupa wajah Abang. Hanya sesekali Aba...

INTERMEZO

Aku kalut, saat itu keadaan diluar kendaliku. Mungkin saat itu aku hanya merasa kasihan padamu atas semua ceritamu, tentang kekasihmu yang teramat sibuk. Dan kau yang selalu datang padaku, menemani hari-hariku, menjadi sebuah santapan rutin bagiku... yang setiap hari harus ku konsumsi. Karena jika tidak aku merasa sepi. Sangat sepi sekali. Dan kau membuatku berharap lebih, dengan membawa seribu warna cerah, menyenandungkan berjuta puisi indah dan lagu-lagu tentang cinta. Bagaimana aku bisa lari darimu? Dari berpilin-pilin rayuan manis bibirmu, dimanjakan olehmu dan cokelat-cokelat manis kirimanmu. Bagaimana bisa aku menolak semua itu, disaat aku benar-benar membuthkannya..., membutuhkanmu. Seorang gadis datang padaku, menangis dihadapanku. Dia memohon agar aku tidak mengganggumu dan berhenti mendekatimu. Apa selama ini kau merasa terganggu dengan kehadiranku? Dan bukankah kau yang selalu mendekatiku saat itu. Dan kau mulai berkelit lagi seribu janji, memohon aku untuk ...